Assalamualaikum(السلام عليكم )Selamat Datang di Aish Blog

Ibu Yang Luar Biasa

“Ya Allah! Kasihanilah dia karena shalat yang panjang diselangi tangisan di tengah kedinginan malam yang sepi, ketika orang-orang lain sedang nyenyak dibuai mimpi. Ya Allah! Kasihanilah dia yang sering menahan lapar dan dahaga ketika bertugas jauh dari Madinah atau Mekah dalam menunaikan ibadah puasa kepadaMu. Ya Allah! Aku menyerahkannya di bawah pemeliharaanMu, aku ridha dengan apa yang telah Kau berika bagiku dan baginya, dan berilah kami pahala orang-orang yang sabar...!"

Sebait doa diatas dilantunkan oleh seorang ibu demi anaknya. Sebuah doa yang tidak diragukan lagi ketulusannya, setulus kesabarannya mendidik anaknya hingga menjadi penyejuk hati.

Doa tersebut dilantunkan oleh Asma’, ditujukan untuk anak tercintanya, kemenakan Aisyah Ummul Mukminin, cucu Abu Bakar Ash Shidiq shahabat Rasulullah yang mulia, anak Zubair bin Awwam, salah seorang shahabat yang pertama-tama masuk islam. Dialah Abdullah bin Zubair, pemuda yang terkenal keshalihanya pada masa mudanya. Radhiyallahu anhum.

Di dalam didikannya, kepribadian Abdullah bin Zubair dibentuk. Beliau adalah sosok seorang ibu yang sangat memahami peranannya dalam melahirkan generasi utama yang berkualitas, generasi yang menjadikan kecintaan kepada Allah dan RasulNya di atas segala-galanya, baik itu harta, isteri, keluarga maupun segala jenis perbendaharaan dunia. Beliau mencetak kepribadian generasi yang siap berjuang menegakkan panji Islam dan kalimah La ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Kepribadian seperti ini terpancar jelas di dalam diri puteranya, Abdullah bin Zubair.

Melahirkan adalah hal yang hampir semua wanita didunia ini sanggup melakukannya, tetapi menjadikan bayi yang telah dilahirkan itu sebagai sosok pahlawan adalah bukan hal yang sanggup dilakukan oleh semua wanita. Karena dapat dipastikan, bahwa hampir pada semua pahlawan yang disebut dalam sejarah ada peran seorang ibu yang tangguh dibelakangnya. Melindungi anak dari belitan sebuah masalah bukanlah karakter seorang ibu pahlawan, tapi membekalinya dengan keberanian untuk menyelesaikan masalahnya sendiri adalah langkah awal menjadikan anak bermental pejuang.

Hal ini dapat kita teladani melalui kisah pertemuan terakhir di antara seorang ibu dan anak yang saling menyayangi dan mencintai satu sama lain, semata-mata karena kecintaan keduanya kepada Allah Subhanahu wa Taala dan RasulNya.

Percakapan ini terjadi ketika pasukan Abdullah bin Zubair terdesak oleh pasukan Hajjaj bin Yusuf yang telah mengepung kota Mekkah dari segala penjuru. Pasukannya tercerai-berai, banyak dari mereka yang telah gugur sedangkan mereka yang masih setia berjuang bersama dirinya tinggal sedikit, karena sebagian lagi lebih memilih meyerahkan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Abdullah : Wahai ibuku, Tentaraku kini banyak meninggalkan diriku. Mereka membelot dariku ke pihak musuh bahkan anak dan istriku berpaling dariku. Mungkin karena mereka takut terhadap Hajjaj atau mungkin juga karena mereka menginginkan sesuatu yang dijanjikannya. Sedikit sekali jumlah tentara yang tinggal bersamaku. Sementara utusan Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa saja yang kuminta berupa kemewahan dunia asal saja aku bersedia meletakkan senjata dan bersumpah setia mengangkat Abdul Malik bin Marwan sebagai khalifah. Bagaimana pendapatmu wahai ibu?

Asma' : Terserah kepadamu Abdullah! Bukankah engkau sendiri yang mengetahui tentang dirimu? Jika engkau yakin bahwa engkau mempertahankan yang haq dan mengajak kepada kebenaran, maka teguhkanlah pendirianmu sebagaimana para prajuritmu yang telah gugur dalam mengibarkan bendera agama ini, Dan jangan biarkan dirimu dipermainkan anak-anak bani Umayyah! Akan tetapi, jika engkau menginginkan kemewahan dunia, sudah tentu engkau adalah seorang anak lelakiku yang pengecut! dan berarti engkau sedang mencelakakan dirimu sendiri dan mereka yang telah gugur dalam berjuang bersamamu. Jika engkau mengatakan “ Aku berada dijalan yang benar”, namun ketika mereka yang bersamamu merasa gentar dan takut mati, engkau menjadi lemah, maka yang demikian itu bukanlah sikap seorang yang merdeka dan bukan pula sikap mereka yang berpegang teguh pada agama. Berapa lamakah masamu di dunia ini? Sesungguhnya kematian itu lebih mulia

Abdullah : Aku tidak takut mati, Ibu. Tetapi aku kuatir mereka akan mencincang dan merobek- robek jenazahku dengan kejam!

Asma' : wahai anakku. Kambing yang sudah disembelih tidak akan merasa sakit lagi ketika kulitnya dikelupas orang! Majulah dengan segenap keyakinanmu dan mohonlah pertolongan Allah.

Kemudian Abdullah mencium kening Ibunya seraya berkata:

Abdullah : Semoga Ibu diberkati Allah. Maksud kedatanganku hanya untuk mendengar apa yang telah ku dengar dari ibu sebentar tadi. Allah Maha Mengetahui, aku bukanlah orang yang lemah dan terlalu hina. Dia Maha Mengetahui bahwa aku tidak akan terpengaruh oleh dunia dan segala kemewahannya. Murka Allah bagi siapa yang meremehkan segala yang diharamkanNya. Inilah aku, anak Ibu! Aku selalu patuh menjalani segala nasihat Ibu. Apabila tewas, janganlah ibu menangisiku. Segala urusan dari kehidupan Ibu, serahkanlah kepada Allah!

Asma' : Yang ibu kuatirkan adalah bilamana engkau tewas di jalan yang sesat.

Abdullah : Percayalah Ibu! Anakmu ini tidak pernah memiliki fikiran sesat untuk berbuat keji. Anakmu ini tidak akan menyelamatkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang-orang Muslim yang berbuat kebaikan. Anakmu ini mengutamakan keridhaan ibunya. Aku mengatakan semua ini di hadapan ibu dari hatiku yang putih bersih. Semoga Allah menanamkan kesabaran di dalam sanubari Ibu.

Asma' : Alhamdulillah! segala puji bagi Allah yang telah meneguhkan hatimu dengan apa yang disukai-Nya dan yang Ibu sukai pula. Rapatlah kepada Ibu wahai anakku, Ibu ingin mencium baumu dan menyentuhmu. Agaknya inilah saat terakhir untuk ibu memelukmu..."

Abdullah : Jangan bosan mendoakan aku Ibu!

Sebelum matahari terbenam di petang itu, Abdullah bin Zubair syahid menemui Rabbnya. Kepalanya dipenggal dan tubuhnya disalib. Jasadnya mengeluarkan aroma wangi semerbak, Dia kembali karena mengutamakan ridha Allah dan ridha ibunya . Diriwayatkan, bahwa Al-Hajjaj berkata kepada Asma' setelah Abdullah terbunuh : "Bagaimanakah engkau lihat perbuatanku terhadap puteramu ?"

Asma' menjawab :"Engkau telah merusak dunianya, namun dia telah merusak akhiratmu."

Asma' wafat di Mekkah dalam usia 100 tahun, giginya tetap utuh, tidak ada yang tanggal dan akalnya masih sempurna.Sejarah akan tetap mengenangnya sebagai pemilik “dua ikat pinggang “. Ayahnya adalah seorang Shidiiq, suaminya termasuk As saabiqunal Awwalun, dan putranya seorang pahlawan yang gugur ketika dirinya masih hidup. Semoga Allah meridhai keluarga ini.

(Sumber : www.cahayasiroh.com)

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi komentar Anda tentang tulisan diatas.
Terimakasih


www.ruduji.blogspot.com

Terimakasih Telah Berkunjung Di Aish Blog